
MINUT, PENA JURNALIS INDONESIA. COM (PJI.COM) Link: penajurnalisindonesia.com–
Ahli Waris Keluarga Pondaag merasa keberatan terkait Kinerja Mantan PEJABAT HUKUM TUA (Kepala Desa) atas Penerbitan Surat Jual-Beli Tanah, Nomor: 735/SKET/IX/I.KP.I-2021. Tanggal 6 September 2021.
Di atas Tanah Perkebunan Kelapa dengan sebutan Marawuwung, Hak Milik Adat (Pasini), Seluas kurang lebih 30.000 Meter Persegi (3 hektar). Terletak di Jaga VI, Desa Likupang Satu, Kecamatan Likupang Timur, Kabupaten Minahasa Utara (Minut).
Tanah Kebun Kelapa, seluas 3 Hektar, Milik Paulus Pondaag tersebut berbatasan (bersipatan. Red) dengan:
Utara, Arnold Lamuni dan Lingkan Mantiri.
Timur, Alm. Jacob Tinendeng.
Selatan, A.H.Ruungkat, dan Lingkan Mantiri.
Barat, Ch.A.Woy, dan Lingkan Mantiri.
Menurut Meiske Pondaag, Ahli Waris Almarhum Paulus Pondaag, bahwa; Papa saya “dipaksa” untuk Tandatangan Surat Jual-Beli Tanah tersebut.
Surat Jual-Beli Tanah dibawa kerumah disaat Papa saya dalam kondisi Lansia, Sakit, serta tidak didampingi saya, selaku anak bersama Kakak Perempuan saya.
Saat Papa saya bertandatangan di Surat Jual-Beli Tanah, kami selaku anak Kandung, SAH, tidak dilibatkan. Harusnya, melibatkan kami berdua selaku anak Kandung , dari Paulus Pondaag.
Namun, dalam Format Materi Surat Jual-Beli Tanah tidak didapati tertulis kami sebagai Anak Kandung dari Paulus Pondaag. Tandas, Meiske Pondaag.

Nomor: 735/SKET/IX/I.KP.I-2021. Ditandatangani oleh Pejabat Hukum Tua Desa Likupang Satu.
Kami sebagai Ahli Waris Almarhum Paulus Pondaag sangat keberatan, dan mendesak mantan Hukum Tua Desa Likupang Satu untuk segera menarik kembali Surat Jual-Beli Tanah tersebut, bila perlu segera dilakukan “Pembatalan”.
Kami akan segera mengambil langkah Hukum, untuk Mempidanakan, jika, hal Terkait Penerbitan Surat Jual-Beli di Tanah Kebun Kelapa Marawuwung, belum segera dilakukan “Pembatalan”. Oleh Mantan Hukum Tua Likupang Satu. Tegas, Ahli Waris.
Menyikapi Terkait Jual Beli Tanah di Kebun Kelapa Marawuwung, menjadi antensi serius serta mendapat tanggapan oleh pihak keluarga terdekat, Lorensius Woy, SP.d. Pihak keluarga yang bersipatan dengan Tanah Milik Paulus Pondaag (Almarhum).
Menurut Woy, ada “kerancuan”, terkait Jual-Beli Tanah Kebun Kelapa Marawuwung. Dimana kami mendapati, ada penjelasan, dalam Surat Jual-Beli Tanah, tercantum Nilai, Harga Tanah yang telah di Bayar, berjumlah, Dua Puluh Juta Rupiah (Rp.20.000.000,-).
Luas Lahan kebun Kelapa 30.000 meter persegi (3 Hektar). Bila di hitung permeternya, dengan harga jual tersebut, hanya dihitung Satu Koma Lima Rupiah (Rp. 1,5,- ) Per Meternya. Hal ini tentunya tidak Relevan, dan Berpotensi merugikan Pihak Pemilik Tanah atau Ahli Waris.
Pembayaran Harga Tanah sedemikian, dapat disebut “Penghinaan”. Atas, Tanah Adat Minahasa. Tegas, Woy, Pensiunan PNS PEMKAB Minahasa Utara.
Woy, juga menyoroti terkait PPh dan BPHTB dalam Penjualan Lahan Kebun Kelapa Marawuwung tersebut.
Menurut Woy, Jual-Beli Tanah harus mendapat Pengesahan dari Pejabat Pembuat Akte Tanah (PPAT), baik itu PPAT Sementara (PPAT Camat. Red), atau PPAT Notaris. Bahkan, Bila Perlu, PPAT Tetap (Kepala Kantor Pertanahan/BPN. Red).
Nah, untuk mendapatkan Pengesahan Terkait Jual-Beli Tanah, maka Para Pihak, baik Penjual, maupun Pembeli diwajibkan membayar Pajak Penjualan, yaitu; PPh (Pajak Penghasilan), dan BPHTB (Bea Perolehan Hak AtasTanah Dan Bangunan).
Pajak PPh harus dibayar oleh Penjual dan BPHTB harus dibayar oleh Pihak Pembeli.
Jual-Beli Tanah SAH, menurut Hukum. Apabila, Kewajiban terkait Pembayaran PPh dan BPHTB diselesaikan dengan Pemerintah.
Mantan Pejabat UPTD Pendidikan Likupang ini, juga menyampaikan bahwa ada hal esensial yang tidak kalah pentingnya harus menjadi skala prioritas. Yaitu, berkaitan dengan HAK WARIS.
Hak Waris telah diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum PERDATA. Dan berlaku untuk hal-hal yang berkaitan dengan Jual-Beli Tanah.
Surat Jual-Beli Tanah yang diterbitkan PEJABAT HUKUM TUA Likupang Satu pada Tahun 2021 berpotensi Cacat Hukum, dan akan berdampak pada peninjau kembali. Bahkan, hal dimaksud berpotensi pada “Pembatalan” Surat Jual-Beli Tanah di Lahan perkebunan Marawuwung.
Mengapa hal tersebut berpotensi terjadi ?
Dikarenakan, dalam Proses Jual-Beli Tanah tidak melibatkan kedua anak Kandung dari Almarhum Paulus Pondaag bersama, selaku Pemilik SAH, Tanah Adat (Pasini) Marawuwung.
Kapasitas Kedua Anak Kandung Almarhum Paulus Pondaag adalah SAH. Sebagai Ahli Waris, atas Harta Bawaan atau Warisan Tanah Kebun Kelapa Marawuwung seluas 3 Hektar.
Poin ini diduga terabaikan dalam Materi Pasal Surat Jual-Beli Tanah yang mengetahui PEJABAT HUKUM TUA Likupang Satu.
Woy, menegaskan bahw Surat Jual-Beli Tanah yang terbit pada tanggal 6 September 2021 berpotensi “Cacat Hukum”. Sebab, tidak dibuat dihadapan PPAT.
Kewenangan PEJABAT HUKUM TUA Likupang Satu mengeluarkan Keterangan Jual-Beli Tanah. Bukan, Surat Jual-Beli Tanah.
Surat Jual-Beli Tanah itu Kewenangan PPAT berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 Tentang Pejabat Pembuat Akte Tanah. Ucap, Woy.
Jadi, Surat Jual-Beli Tanah Perkebunan Kelapa seluas 3 hektar atau 30 ribu meter persegi, yang di buat pada 6 September 2021, menurut Hemat saya, dapat di katakan “Cacat Hukum”.Sehingga, Berpotensi Batal Demi Hukum, karena tidak “SAH”. Tandas, Woy.
SURAT adalah AKTA yang berisi Keterangan, Pengakuan, atau Keputusan tentang suatu peristiwa hukum. Akta dibuat untuk dipergunakan sebagai Bukti Tertulis dan DISAHKAN oleh pejabat resmi. Yaitu, PPAT.
Akta dapat digunakan sebagai Alat Bukti dalam Perkara PERDATA. Tegas, Woy, mengakhiri. (**** **** **** ****)
Penulis: Lorensius Woy, SP.d
Editor: Max Nicolaas Sumlang.